
NOTULA – Fakta baru menyeruak, terkait kasus yang dialami Ruslan Buton. Kuasa hukum Ruslan, Tonin Tachta Singarimbun, memaparkan, pemecatan kliennya terkait kasus pembunuhan pada 2017 lalu kental nuansa politis.
Menurut dia, peristiwa yang berujung pemecatan dan hukuman penjara terhadap kliennya berawal saat Ruslan, saat itu masih menjabat Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau, menangkap 5 TKA asal China.
“Ruslan pernah menangkap lima TKA China yang menggunakan visa turis pada 2017. Waktu itu dia sempat coba disuap sejumlah uang oleh petugas atau pejabat untuk melepaskan lima TKA itu,” beber Tonin dalam keteranganya, Senin (1/6/20).
Tawaran suap ditolak tegas oleh Ruslan dengan berkata “Kalau uang itu tidak ada kaitan dengan ke-5 TKA akan saya terima, tapi kalau untuk melepas ke-5 TKA maka akan saya tolak.”
“Dan petugas atau pejabat itu sekarang menempati posisi penting di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo,” terang Tonin, seperti dikutip dari rmol.id.
Penolakan melepas TKA China inilah yang diduga menjadi penyebab kliennya kemudian diincar agar turun dari jabatannya. Sebab, 4 bulan setelahnya, markas sekaligus asrama TNI yang dipimpin Ruslan Buton diserang seorang pria yang diketahui bernama La Gode.
La Gode terbunuh saat menyerang markas TNI AD itu. “Yang dibunuh ini (La Gode, red) bukan petani, tapi preman, sudah dua kali orang itu membunuh. Dia Narapidana. Keluar masuk penjara,” jelas Tonin.
“Dia (La Gode) serang markas, terus kalau serang markas dibiarin? Nyerang markas tentara. Itu asrama lah tapi ada kesatuannya juga,” sambungnya.
Kasus kematian La Gode inilah yang kemudian menyeret Ruslan ke mahkamah militer (Mahmil). Hingga Ruslan divonis penjara 1 tahun 10 bulan serta dipecat dari TNI AD. Pada akhir 2019 Ruslan Buton bebas.