
NOTULA – Wacana revisi Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) disambut positif Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah. Sementara mantan Jubir Presiden Gus Dur, Adhie Massardi, menilai, yang norak justru pejabat yang tak bisa membedakan mana kritik dan mana hinaan.
Menurut Fahri yang pernah duduk di Komisi III DPR RI itu bahkan mengusulkan agar fokus mengesahkan RUU KUHP.
“Usul saya, cabut saja UU ITE, dan segera bahas pengesahan RUU KUHP baru yang pada DPR RI periode lalu sudah selesai pembicaraan tingkat pertama,” kata Fahri Hamzah, membalas tulisan Menko Polhukam, Mahfud MD, di akun Twitternya, Selasa (16/2/21).
RUU KUHP sebelumnya telah disepakati panitia kerja (Panja) serta pemerintah, tinggal disahkan di rapat paripurna DPR RI tahun lalu. Tapi akhirnya ditunda setelah ada penolakan dari publik dan memicu adanya aksi demo.
Seperti dikutip dari RMOL.id, Fahri Hamzah menambahkan, RUU KUHP penting untuk mengganti KUHP peninggalan Belanda yang kini masih dipakai di Indonesia.
“Ganti KUHP produk Belanda dengan UU yang merupakan modifikasi hukum pidana karya sendiri,” tandasnya.
Sementara itu, terkait UU ITE, Menko Polhukam, Mahfud MD, mengaku akan mendiskusikan pembahasan revisi sesuai pernyataan Presiden Joko Widodo yang akan mengusulkan revisi, bila UU itu belum melahirkan rasa keadilan masyarakat.
“Pada 2007/2008 banyak yang usul dengan penuh semangat agar dibuat UU ITE. Jika sekarang UU itu dianggap tidak baik dan memuat pasal-pasal karet, mari kita buat resultante baru dengan merevisi UU itu,” jelas Mahfud MD.
Ajaib dan Enggak Jelas
Sementara itu, mantan Jurubicara Presiden Abdurrahman Wahid, Adhie Massardi, menilai ada yang salah dalam memaknai UU ITE.
“Makin enggak jelas, cara berpikirnya makin ajaib. Sebenarnya tidak ada yang salah pada UU ITE atau UU apa pun,” kata Adhie Massardi di akun Twitternya, Senin (15/2).
Yang jadi persoalan, kata dia, bukan pasal-pasal yang terkandung dalam UU ITE, melainkan pelaksanaannya oleh aparat berwenang, diperparah dengan pola pikir pejabat yang seringkali keliru membedakan kritik dan hinaan.
“Yang tidak bisa memberikan rasa keadilan itu manusia pengendali UU alias aparat penegak hukumnya. Para pejabat juga norak, enggak bisa bedakan mana kritik mana hinaan. Harus pada belajar lagi,” jelasnya.
Seperti diberitakan, Presiden Joko Widodo mempertimbangkan meminta DPR RI merevisi UU ITE yang di dalamnya terdapat beberapa pasal karet. Pernyataan itu telah ditanggapi Menkopolhukam, Mahfud MD.
“Pemerintah akan mendiskusikan inisiatif untuk merevisi UU ITE,” kata Mahfud MD.