
Hendardi. (rmol.id)
NOTULA – Massa penganiaya aktivis media sosial, Ade Armando (AA), saat aksi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), diduga kelompok yang sengaja ingin menodai aksi mahasiswa.
“Dugaan kami, ada sebagian kecil kelompok yang sengaja mengganggu dan menciderai aksi teman-teman mahasiswa dengan motif-motif tertentu, termasuk membuat situasi jadi caos,” tutur Ketua Umum PP PMKRI, Benediktus Papa, Selasa (12/4/22).
Dia menyayangkan aksi penganiayaan yang dialami Ade Armando itu. Benediktus meyakini, pelaku penganiayaan bukan mahasiswa peserta aksi, melainkan oknum yang sengaja ingin membuat gaduh.
Sebab itu, seperti dikutip dari rmol.id, dia mendukung penuh upaya kepolisian meringkus para pelaku penganiayaan.
“Beda sikap tak boleh jadi alasan untuk melakukan tindakan-tindakan brutal seperti dialami Ade Armando. Kami dukung kepolisian mengusut dalang atau siapa pun yang menjadi bagian dari pengeroyokan itu,” tutupnya.
Secara terpisah, Ketua Setara Institute, Hendardi, menilai tindakan kekerasan yang dialami Ade Armando mencerminkan ketidakdewasaan dan pemanfaatan secara destruktif dalam berdemonstrasi.
Kekerasan pada Ade Armando, menurutnya, tidak patut dibenarkan. Terlebih ada tindakan yang mengarah merendahkan martabat manusia lewat upaya penelanjangan.
“Kami mengutuk tindak kekerasan dan dehumanisasi yang dialami AA. Kepolisian perlu melakukan tindakan tegas dan terukur terhadap para pelaku,” tegasnya.
Setara Institute, kata dia, menolak dan menentang segala upaya pembusukan yang diarahkan pada gerakan mahasiswa, seperti menghembuskan narasi bahwa gerakan disusupi kepentingan politik tertentu, disusupi kelompok-kelompok yang hendak melakukan tindak kekerasan, atau pun narasi-narasi yang mengarahkan bahwa ini tidak lagi murni gerakan mahasiswa.
“Unjuk rasa mahasiswa memainkan perannya yang signifikan dalam pengawasan secara langsung terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah,” katanya.
Diakui, setiap aksi selalu ada potensi pembusukan. Tetapi gerakan mahasiswa tidak boleh berhenti dan dimatikan.
“Perlakuan proporsional atas setiap aksi demonstrasi haruslah menjadi standar bersama, khususnya oleh pemerintah dan institusi keamanan,” terangnya.
Setara Institute, kata Hendardi, menekankan substansi yang disuarakan dalam gerakan mahasiswa haruslah menjadi atensi atau perhatian utama bagi pemerintah dan DPR RI.
Ketiadaan atensi pemerintah dan DPR terhadap substansi gerakan hanya akan menggambarkan ketidakmampuan dan keengganan pemerintah untuk memahami persoalan dan tuntutan yang disampaikan mahasiswa secara utuh.
Meskipun pada dasarnya aksi-aksi anarkis dalam unjuk rasa tidak dapat dibenarkan, namun seharusnya pemerintah dan DPR fokus pada substansi unjuk rasa.