
mBah Ngatemi dan peyeknya. (Foto: Indah Ayu Puspita)
NOTULA – Namanya Ngatemi, biasa dipanggil Mbah Ngatemi atau Mbah Mi saja. Usianya 72 tahun, tapi masih saja menjajakan peyek secara berkeliling, jalan kaki, tidak haya dari kampung ke kampung, bahkan lintas kecamatan.
Kali ini dia berjalan sekitar dua kilometer dari rumahnya, di Dusun Bawang, Kelurahan Tunggulwulung, Lowokwaru, Kota Malang, menuju Perum Griya Sampurna Karangploso, Kabupaten Malang. Dia selalu optimis peyeknya bakal habis.
Meski begitu dia mengakui, sudah tak mampu lagi berjualan setiap hari. Kini hanya tiga kali seminggu. Peyeknya pun buatan tetangganya, dijual dengan harga 15 ribu/10 bungkus. Per bungkusnya mbah Mi mendapat untung Rp 2 ribu.
Biasanya dia membawa 50 bungkus, dengan keuntungan bersih Rp 10 ribu saja.
Kepada notulanews, dia mengaku sebatangkara, anak tunggal. Tidak memiliki keturunan. Sebab itu, dia harus bertahan hidup sendiri, meski orang lain seusianya pasti lebih memilih istirahat di rumah, Bersama anak dan cucu.
“Bojoku di pek wong mbak, ora popo aku ikhlas tak berjuang dewe, aku ora duwe anak ora duwe dulur kandung (suami saya diambil orang, tidak apa-apa, saya sekarang berjuang sendiri. Saya ga punya anak, ga punya saudara kandung),” curhatnya, Minggu (13/12/20) pagi.
“Sing penting dadi wong sing ramah, sopan, apik. InsyaAllah kabeh gelem dadi dulurku, nak (yang penting jadi orang harus ramah, sopan dan baik. InsyaAllah semua orang mau jadi saudara saya),” tambahnya, sembari mengusap air mata.
Nah, bagi siapa saja yang kebetulan ketemu Mbah Mi, belilah peyeknya. Dia jualan peyek tidak untuk kaya, tapi sekadar hidup. Semangat, sehat selalu Mbah Mi.
Dan bagi yang ingin pesan peyek ke Mbah Mi, notulanews siap membantu dan mengarahkan menuju kediaman mbah Mi.