
Korban Lion Air Gugat Boeing 100 Juta Dolar
NOTULA – Sebanyak 25 keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 resmi menggugat Boeing, di Amerika Serikat, yang memproduksi pesawat Boeing 737 MAX 8, jenis pesawat Lion Air yang mengalami kecelakaan di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat.
Kuasa hukum dari Ribbeck Law Chartered, Manuel von Ribbeck, mengungkapkan, awalnya hanya ada satu keluarga dari penumpang atas nama Rio Nanda Pratama yang melayangkan gugatan, kemudian ada 24 keluarga korban lain.
“Ke 24 gugatan baru akan disatukan dalam sidang yang sama dengan gugatan yang diajukan oleh keluarga Rio. Sidang pertama dari 25 penggugat akan digelar di Circuit Court of Cook County, Illinois, Amerika Serikat, 17 Januari 2019 mendatang,” kata Ribbeck di Jakarta, kemarin.
Dia menjelaskan, penambahan jumlah penggugat di AS dibolehkan. Persidangan di AS fleksibel. Pengugat bisa memperbaiki tuntutan dan menambah jumlah penggugat.
Ribbeck mengatakan, pihaknya akan memperjuangkan hak keluarga korban untuk mendapatkan uang ganti rugi dari perusahaan Boeing senilai 100 juta dolar AS. Sehingga masing-masing keluarga bisa mendapatkan uang senilai 400 ribu dolar AS. Jumlah tersebut ditetapkan berdasarkan keputusan bersama dengan pihak keluarga korban. Namin demikian, lanjut Manuel, jumlah uang ganti rugi bisa berubah sesuai keputusan hakim dalam persidangan.
“Kami tidak bisa menjamin nilai ganti rugi. Tapi kami akan berusaha mendapatkan lebih dari itu karena nyawa korban kecelakaan pesawat ini tidak ternilai. Kami akan berusaha mendapatkan kompensasi sesuai hukum di Amerika,” tuturnya.
Selain itu, Ribbeck menuturkan, pihaknya juga akan berupaya agar keluarga korban bisa mendapatkan uang muka sebagai kompensasi awal.
Ribbeck mengungkapkan, keluarga korban sejauh ini menolak pemberian uang santunan dari Lion. Karena untuk bisa menerima santunan harus menandatangani pernyataan antara lain tidak akan menggugat Boeing. “Poin itu sangat tidak adil,” tegasnya.
Saat ditanya target waktu penyelesaian, Ribbeck mengaku tidak bisa memprediksi. Selama ini pihaknya telah mengerjakan 7 kasus penerbangan di Indonesia. dan, setiap kasus memiliki waktu penyelesaian berbeda-beda.
Ribbeck mencontohkan, kasus pertama yang ditanganinya, kecelakaan Garuda Indonesia GA-152 yang jatuh di Medan pada tahun 1997. Kasus itu diselesaikan dalam waktu setahun. Kemudian Lion Air JT-538 yang tergelincir di Solo pada tahun 2004, selesai dalam kurun waktu 8 bulan. Lalu ada kasus Adam Air, kasus selesai 4 bulan.
Ribbeck menambahkan, gugatan dilakukan tidak hanya untuk mendapatkan ganti rugi, tetapi juga bertujuan untuk mengetahui penyebab jatuhnya pesawat. Investigasi yang dilakukan pengadilan tidak akan terpengaruh dari hasil investigasi yang dilakukan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Lion Kesal
Pemilik Lion Air Group, Rusdi Kirana, akhirnya buka suara soal rencana pihaknya membatalkan pembelian pesawat Boeing senilai 22 miliar dolar AS pasca insiden jatuhnya Boeing 737 Max 8.
Menurut Rusdi, pihaknya masih kesal dengan Boeing yang secara tidak adil melimpahkan kecelakaan maut itu kepada Lion sepenuhnya. Saat ini, Lion telah mengirim surat kepada perusahaan yang bermarkas di Chicago, AS itu, untuk menyampaikan keberatannya terhadap cara menangani kecelakaan pesawat