
NOTULA – Masyarakat hendaknya mewaspadai para provokator yang melemparkan isu Indonesia bakal mengalami kemunduran, bahkan intoleran dan anti kebhinekaan, bila dipimpin Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
Peringatan itu disampaikan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, Jumat (29/12). Menurut dia, para provokator yang melemparkan pesan adalah orang-orang yang sama di Pilkada DKI Jakarta 2017.
Pada Pilkada Jakarta, lanjut Fahri, hampir saja rasa takut menyebar, tidak saja di Ibukota, tapi di seluruh nusantara, serta nyaris terjadi perpecahan akibat Pilkada di satu titik, menjadi beban seluruh bangsa.
“Di sini saya apresiasi kepada Agus Harimurti Yudhoyono dan Mpok Sylvi di tengah. Dan alhamdulilah, akhirnya Pemilu kepala daerah Ibukota berlangsung relatif aman, meski residunya muncul di mana-mana,” tambah Fahri.
Bahkan, residu dari Pilkada DKI tahun lalu juga dirasakan dirinya saat berkunjung ke Manado. Fahri mengatakan, pihaknya dihadang sekelompok orang bersenjata, Ustadz UAS, Ustaz Zul, dan lain-lain juga kena akibat. Padahal dia dan kedua tokoh agama itu semua bukan tim sukses.
“Kita yang bersaudara jadi bersengketa. Padahal kita tidak punya hubungan apapun dengan Pilkada, nyoblos juga nggak. Tapi itulah, rasa takut membuat kita menjadi nggak rasional, dan memang itu target mereka. Mereka nggak mau pemilih itu cerdas, mereka bikin kita gila,” rincinya.
Pada Pilkada Jakarta, ungkap Fahri, digambarkan seolah-olah kalau Anies-Sandi menang, Ibukota akan jadi tempat bahaya. Jakarta akan penuh intoleransi karena swiping akan ada di mana-mana dan orang berjubah sorban akan sembarangan melakukan razia.
Bukan itu saja, Pilkada Jakarta juga digambarkan seolah sebagai momen yang sempurna bagi persekongkolan kelompok-kelompok intoleran dan anti kebhinekaan. Di dalamnya ada Prabowo, Anies Baswedan, Sandi Uno dan para ulama yang dikesankan anti NKRI.
“Begitulah, kecemasan dipompa jadi komoditi politik. Tapi alhamdulilah , Anies dan Sandi memimpin Ibukota, tidak ada masalah. Kedua pemuda putra bangsa yang cemerlang itu membuat kita bangga, karena mereka punya pergaulan dunia. Wajarlah pada mereka terhambat optimisme bangsa ini,” katanya.
Menghadapi Pilpres 2019, para provokotor tadi pun bermain, dan isu yang dijual yakni Indonesia di bawah Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno akan jadi mundur, intoleran dan anti kebhinekaan.
“Masyarakat jangan percaya dan jangan terprovokasi. Mereka adalah kelompok provokator yanh dimainkan oleh satu kelompok, sebagai modus untuk menguasai ingatan dan mood politik publik,” tegas Fahri.
Sekarang mood itu, lanjutnya, dipakai untuk menolak Prabowo, setelah gagal mereka pakai untuk menolak Anies Baswedan di Pilkada 2017 lalu.
Menurut Fahri, sebagai warga negara, perlu menetralisir imajinasi dan mood publik. Tujuannya agar perdebatan pada awal 2019 nanti benar-benar dicerna dengan akal sehat dan tanpa rasa takut.
Masyarakat pun diingatkan untuk melihat kapasitas pemimpin apa adanya. “Jangan besar bayangan dari orangnya,” ujarnya, mengingatkan.
Sebaliknya, masyarakat, dia melanjutkan harus optimis dengan Pemilu 2019 aman dan damai, dengan tidak terpengaruh oleh provokasi-provokasi yang justru bisa menjerumuskan negeri ini.
“Mari kita optimis dengan Pilpres 2019. Insya Allah, jangan mau dibikin cemas. Pilkada DKI telah membuktikan bahwa bangsa ini waras. Itu saja,” pungkas Fahri, seperti dikutip dari rmol.co.