
Diyah Rahmawati bersama sayur organik yang ditanam di belakang rumahnya. (Foto: notulanews)
NOTULA – Berawal dari kehilangan buah hati akibat mengalami Eklamsia, hingga sempat koma selama satu bulan, dan kebutuhan sayur organik untuk terapi, seorang ibu rumah tangga di Kota Malang akhirnya sukses bertani sayur organik, bahkan kini mendalami bisnis sayur organik secara online.
Diyah Rahmawati, nama ibu rumah tangga yang sukses itu. Saat ini dia dikenal sebagai petani sayur organik yang sukses, sekaligus pebisnis online.
Untuk kesehatannya sendiri, Diyah memang melakukan terapi dengan mengkonsumsi sayur organik. Berawal dari itu, akhirnya ia mencoba memanfaatkan lahan di belakang rumahnya di Temboro, Kedungkandang, ditanami sayuran organik.
Karena sukses, kini dia megembangkan usahanya itu, bahkan memiliki sejumlah lahan yang tersebar di beberapa titik. Kini ia tidak melakukannya sendiri, sejumlah karyawan direkrutnya menjadi petani, pengepakan, hingga memasarkan secara online.
Ilmu bertani organiknya juga tidak digunakan sendiri. Ia mulai menularkan dengan melibatkan masyarakat sekitar menjadi mitranya. Menurutnya, kebutuhan sayur organik memang mengalami peningkatan, terlebih selama pandemi Covid-19 ini. Sebab itu ia tak mungkin melakukannya sendiri.
Masyarakat yang kini menjadi karyawan dan mitranya berjumlah 12 orang. Mereka bertugas dari hulu hingga hilir, mulai penyiapan media tanam, pembibitan, perawatan, panen, hingga pengepakan. “Semuanya dilakukan di rumah,” tuturnya, dalam sebuah kesempatan.
Diyah menyebut karyawan sekaligus mitranya itu sebagai adik. Mereka bergabung menggeluti usaha menyediakan sayur organik secara online dengan nama ‘Abang Sayur Organik’.
40 Jenis Sayur
Karena permintaan tinggi dan beragam, saat ini Diyah sudah membudidayakan 40 jenis tanaman sayur organik. Belum termasuk beras, daun herbal, lauk dan cemilan. Semuanya berbasis sayuran yang diproses secara organik.
“Alhamdulillah, kini semua itu tersedia di ‘Abang Sayur Organik’,” tuturnya bangga.
Terkait pemasaran secara online, menurut Diyah, selain tuntutan zaman, juga untuk memutus mata rantai pemasaran yang sering justru membuat harga sayuran menjadi mahal.
“Jadi, kami transaksi langsung dengan pembeli yang kebanyakan ibu rumah tangga dan ibu hamil,” tuturnya, sembari mengatakan, permintaan kini terus meningkat. Sejak pandemi peningkatannya mencapai 50 persen.
“Dan, demi menjaga kualitas serta ketersediaan sayur, terpaksa permintaan hariannya dibatasi, apalagi kerap hujan seperti saat ini,” katanya.
Kehilangan Buah Hati
Pundi-pundi rupiah terus mengalir. Tak hanya itu, kini berbagai penghargaan diperolehnya. Diyah yang mengaku sarjana ilmu tanah ini juga mendapat penghargaan dari Kementerian Pertanian, termasuk Kementerian Pemuda dan Olagraga.
Dia tak pernah menyangka, semua sukses yang kini diraihnya itu berawal setelah dirinya disarankan dokter agar tidak hamil lagi, setelah kehilangan buah hati yang dilahirkan pada 2011 silam, karena Eklamsi kehamilan, bahkan sempat koma satu bulan di rumah sakit.
Ia tak menyerah. Terapi mengobati diri dengan pola makan sehat mulai dilakukan. Sayur organik mulai ia konsumsi, karena ingin hamil lagi. Sayangnya, semangatnya itu terkendala ketersediaan sayur organik yang memang langka di pasaran.
Dari situlah ia mulai berpikir untuk menanam sendiri, memanfaatkan lahan belakang rumahnya. Setahun kemudian, sejak teratur mengkonsumsi sayur organik, Diyah hamil lagi, dan akhirnya dikaruniai bayi cantik.
Kisah terapinya itu ditularkan melalui tulisan, ditujukan kepada ibu-ibu hamil. Hingga akhirnya banyak permintaan sayur organik pada dirinya.
Tujuannya sederhana saja, agar ibu-ibu hamil dan masyarakat umum yang ingin menjaga pola hidup sehat tidak kesulitan mendapatkan sayuran organik dengan harga terjangkau.
Kini, Diyah tidak hanya mendayagunakan masyarakat sekitar, tapi juga dari luar kota. Tak perlu beli sayur organik dengan harga mahal lagi. Ia gelar pelatihan melalui ‘Rumah Mandiri Pangan’ yang dia kelola.