
Mardani Ali Sera. (rmol.id)
NOTULA – Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Mardani Ali Sera, mengaku heran dengan BIN yang belakangan kerap mengumumkan hasil temuan ke media.
Ditegaskan, bukan tugas BIN mengumumkan hasil temuan yang didapat. BIN bersifat memberi laporan, tidak eksis di media.
“Intelijen itu tugasnya bukan di media, dan sukses intelijen itu bukan dengan tampil di media, tapi masalah selesai,” tutur Mardani kepada wartawan, usai Deklarasi Emak-Emak Indonesia Jaya (Emak IJA), di Bilangan Duren Sawit, Jakarta Timur, Selasa, (20/11).
Dia juga tak yakin dengan hasil temuan survei yang menyebut 63 persen guru memiliki opini intoleran terhadap pemeluk agama lain. Dia bahkan mempertanyakan metodologi dan pertanyaan yang diajukan dalam kuisioner.
“Pak Mendikbud Muhadjir juga agak kaget dengan hasil 63 persen guru-guru itu pro radikalisme-intoleransi. Kata Pak Menteri, angkanya terlalu bombastis,” papar Mardani.
Politik Genderuwo (sub judul di-Bold)
Pada bagian lain, BIN dinilai tengah menjalankan politik genderuwo, dengan menyatakan puluhan masjid di lingkungan instansi pemerintah terpapar radikalisme.
“Ini politik genderuwo. Nakut-nakuti pekerja BUMN,” kata Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN, Arief Poyuono, seperti dikutip dari rmol.co, Selasa (20/11).
Seharusnya BIN memiliki tolok ukur atau indikator yang menguatkan seseorang ataupun kelompok menjadi radikal.
“BIN harus tahu penyebab orang jadi radikal, yaitu kemiskinan dan hak-hak yang tidak terpenuhi atau tertekan. Gaji pegawai BUMN besar, mana mungkin jadi radikal,” tegasnya.
Kalaupun ada pegawai BUMN berpenampilan seperti disyariatkan Islam maka jangan langsung dituduh radikal. Sebab bisa saja mereka sehabis pulang kantor melakukan kajian agama.
Seperti diberitakan sebelumnya, BIN menyampaikan ada 41 dari 100 masjid di lingkungan pemerintahan seperti kementerian, lembaga, dan BUMN, yang terindikasi terpapar radikalisme.
Menurut Juru Bicara BIN, Wawan Purwanto, data itu merupakan hasil penelitian Lembaga Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Nahdlatul Ulama, beberapa waktu lalu.