
NOTULA – Lagi, kebijakan pemerintah dalam hal mudik Lebaran dinilai kontradiktif. Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul, tak heran dengan ketidaksinkronan kebijakan itu. Mudik lebaran 2021 ditiadakan, sementara tempat pariwisata dibuka.
“Wisata dibuka, mudik dilarang, libur dikurangi, ini kan kontradiktif. Dan pemerintah itu memang spesialis kontradiktif kalau soal pengambilan kebijakan di tengah pandemi Covid-19 ini, kadang-kadang inkonsisten,” kata Adib, Sabtu (27/3/21).
Belum lagi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang kerap blunder di setiap pengambilan kebijakan. Salah satu contoh, kata Adib, saat mengeluarkan pernyataan membolehkan mudik, akhirya dibatalkan Menko PMK, Muhajir Effendy.
“Teori manajemen krisis di saat pandemi saat ini, pemerintah masih gagap,” jelas Adib menyayangkan. Seharusnya kebijakan pemerintah satu pintu, atau ketika keputusan keluar dari atas, seluruhnya mengikuti.
“Ini kebijakan si A dianulir oleh menteri B, nanti usulan bagus dari provinsi dianulir oleh kementrian. Saya kira ini meunjukan pemerintah yang inkonsisten,” pungkas Adib, seperti dikutip dari RMOL.id.
Komoditas Politik
Secara terpisah, keputusan pemerintah melarang mudik 2021 dinilai kontradiktif. Pasalnya, di satu sisi pemerintah melarang mudik, di sisi lain membuka sektor pariwisata.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menilai, pemerintah gagal menghadirkan kebijakan yang adil bagi warga negara.
“Pariwisata dibuka dan tempat perbelanjaan modern dibuka, tetapi mudik dilarang, jelas kontradiktif dan tidak mencerminkan ketegasan pemerintah dalam mengambil sikap,” kata Dedi.
Pengamat politik Universitas Telkom ini justru khawatir kebijakan larangan mudik sebatas komoditas politik, agar pemerintah terkesan ketat terhadap upaya penanganan pandemi Covid-19. “Jangan sampai larangan mudik hanya komoditas politik,” tandasnya.