
NOTULA – Pelaksanaan Pemilu 2019 banyak menelan korban. Sejumlah petugas KPPS dan personel polisi yang menjaga kelancaran pesta demokrasi meninggal dunia. Atas adasar itu, Komisi II DPR RI meminta agar teknis pelaksanaan Pemilu dievaluasi.
Petugas KPPS yang dilaporkan meninggal sebagian besar dari Jawa. Di Jawa Barat dilaporkan 12 orang meninggal, di Jawa Tengah 8 orang, dan di Jawa Timur 9 orang. Sedangkan personel polisi yang dilaporkan meninggal ada 10 orang.
Sejauh ini penyebabnya macam-macam, ada yang serangan jantung, sakit, sampai keguguran setelah bertugas di hari pencoblosan, 17 April lalu. Yang jelas, kerja mereka sangat melelahkan. Di banyak daerah, mereka bekerja nonstop selama lebih dari sehari semalam, mulai pemungutan sampai penghitungan suara.
Menyikapi itu, Wakil Ketua Komisi II, Herman Khaeron, mengatakan, sejak awal pihaknya sudah mengingatkan beratnya kerja di TPS. Pihaknya telah meminta KPU menggelar simulasi terukur terkait beban waktu pencoblosan dan perhitungan suara, untuk memastikan waktu kerja relevan dengan beban.
“Sejak awal kami meminta KPU menyelenggarakan simulasi terukur dan cermat atas beban waktu pencoblosan maupun perhitungan suara. Ini terkait UU Pemilu dan peraturan turunannya yang wajib selesai hari itu juga, dan kemudian MK menambah 12 jam dengan syarat berturut-turut dan tanpa jeda. Waktu kerja tersedia harus relevan dengan beban kerja,” jelas politisi Demokrat itu, Senin (22/4).
Komisi II juga telah meminta KPU menyediakan asuransi bagi KPPS. Sebab, beban kerja mereka begitu berat. “Kami juga telah mengusulkan ada insentif atau honor yang memadai dan asuransi bagi penyelenggara Pemilu ad hoc, karena mereka bekerja keras mempersiapkan dan melaksanakan Pemilu,” jelas orang kepercayaan SBY ini.
Dengan banyaknya korban, kata dia, teknis pelaksanaan pemungutan suara harus dievaluasi. Pihaknya juga mewacanakan merevisi UU Pemilu. Komisi II berpendapat, Pileg dan Pilpres sebaiknya dipisah.
“Mungkin ke depan sebaiknya Pemilu Legislatif dipisah dengan Pemilu Presiden. Bisa saja Pemilu Presiden dapat serentak dengan Pilkada. Kita lihat perkembangan situasi ke depan,” pungkasnya.
Wakil Ketua Komisi II, Mardani Ali Sera, berpendapat sama. “Ini darurat. Nyawa manusia tidak seimbang dengan pelaksanaan demokrasi sebesar apa pun. Harus ada evaluasi SOP menyeluruh,” katanya.
Menurutnya, jumlah korban sebenarnya lebih banyak. Hanya saja tidak terlaporkan semua. “Data yang ada belum tentu terlaporkan semua. Kita amat menyayangi semua pejuang demokrasi,” tuturnya.
Mardani menegaskan, nyawa manusia tak sebanding dengan pesta demokrasi. Karena itu, penyelenggaraan Pemilu harus dievaluasi. Penyelenggara Pemilu dilakukan dengan ramah dan tidak melelahkan. Penyelenggaraan Pemilu tidak boleh menimbulkan korban, apalagi nyawa.
Soal revisi UU Pemilu, Mardani mengakui agak berat. Karena, aturan Pemilu serentak merupakan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam ketatanegaraan, putusan MK bersifat final dan mengikat.
Meski begitu, dia yakin ada peluang untuk melakukan revisi. Bahkan peluangnya sangat terbuka. “Sangat berpeluang. Walau itu menyangkut keputusan MK,” tutupnya.
KPU juga sudah bersikap mengenai adanya petugas KPPS yang meninggal saat bertugas. KPU berjanji segera mengevaluasi pelaksaan pemungutan dan penghitungan suara. “Ya, nanti kita evaluasi,” janji Ketua KPU Arief Budiman, saat diwawancarai wartawan, di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Sabtu lalu.
“Memang pekerjaannya berat, memang pekerjaannya banyak. Maka, ya orang sangat mungkin kelelahan dalam menjalankan tugas,” sambungnya, seperto dikutip dari rmol.co.